Kamis, 11 April 2013

Mata Sang Mawar

Terjadi disekitar rumah di Bandung, menurut cerita ibu di rumah. 

Daerah tempatku tinggal bukanlah sebuah perumahan mewah, atau komplek perumahan, daerahku tinggal masih bisa dikatakan kampung (walau tak kampung seperti bayangan di acara televisi Bolang, namun waktu kecil dahulu memang masih banyak sawah dan tanah lapang).


Tak jauh dari rumah ada sebuah jembatan yang menghubungkan RT03 dengan RT 06 sudah tak heran jika saat ini banyak penduduk yang tinggal di bantaran kali ya bahkan untuk kelas perkotaan elit seperti ibukota Indonesia Jakarta. Bandung pun rasanya tak mau kalah dengan trend yang ada di Jakarta. dan sayangnya lingkungan rumahku adalah salah satu yang mengikuti trend jakarta tersebut. ya membangun rumah di bantaran kali. Aku yakin mereka pun sebenarnya tak mau untuk membangun rumah di pinggir kali, namun memang keadaanlah yang memaksa supaya mereka bisa bertahan hidup. 





Kondisi kehidupan mereka cukup keras, semua kehidupan sinetron yang *saya* bilang lebay dan tak mungkin terjadi di dunia nyata ada buktinya disitu, mulai suami berjudi, mabuk, dan hal-hal yang aneh lainnya pernah terjadi di lingkungan itu. Sungguh kehidupan mereka cukup keras, terutama bagi anak-anaknya.



Sedari kecil mereka dibiasakan untuk mengamen di dekat perempatan jalan to pasteur. ya *dulu waktu kecilpun aku pernah walau hanya sekali* (actually it's quite fun). yah itu sebenernya ungkapan yang hanya sesekali dan melakukan hanya untuk kesenangan bahkan hanya untuk ketawa-ketiwi bersama teman, bukan yang menjadikan itu sebuah profesi sebuah pegangan hidup, yang dengan itu atau tanpa itu kamu tidak bisa makan di hari itu.



Terkisah ada seorang gadis mungil yang lahir distu dia adalah anak bungsu, dia satu-satunya gadis kecil yang sebenernya rajin, cukup cerdas dan lebih senang main ke mesjid, mendengar alquran dan mengaji. Berbeda dengan kakak-kakanya  yang laki-laki yah boleh saya bilang aga badung dan memang lebih senang hidup di jalanan dan mencari uang hingga memutuskan untuk putus sekolah. Sebut saja dia "Mawar", seorang anak perempuan yang lucu dan manis. Dia hanya lusuh dan tidak terawat saja. 



Ibu yang memang senang mengajar, akhirnya buka kelas mengajar di teras rumah dan "mawar" adalah salah satu pesertanya. Menurut ibu dia orang yang aktif dan ngajinya cukup bagus dibanding anak-anak lain seusianya. Sebenarnya kisah anak ini sering banget di ceritakan oleh ibu ketika aku ada dirumah, karena untuk dapat dibolehkan mengaji bersama ibu, ibu harus datang menghadap orang tua si anak agar "Mawar" diboleh mengaji dan bolos mengamen. (sebenernya hanya kegiatannya simple hanya berkumpul dan mengaji tiap anak 1/2 - 1 halaman qur-an dan hanya dari maghrib hingga isya) tapi memang mengamen adalah pegangan hidup keluarga Mawar, dan ujung tombaknya adalah anak-anaknya termasuk Mawar.




Namun hal kesenangan itu berubah menjadi duka, tiada lagi gelak tawa, dan lantunan suara dari "Mawar" karena saat ini dia tergolek lemah di Rumah Sakit, entah apa sebabnya dia mengalami gangguan di kelenjar otak. Ketika selang-selang infus menggantikan asupan makanan, ketika kabel tertempel ditubuhnya. Entah apa rasanya di vonis ada kelenjar di otaknya. Apakah tubuh kecilnya itu sanggup menahan sakit tusukan-tusukan jarum yang menghujam tubuhnya. Mawar sering tak sadarkan diri, Tidur , bermimpi, berusaha melupakan rasa sakit yang mendera tubuh mungilnya.


Akhirnya ibuku datang menjenguknya, mengusap tangannya pelan, menggosokkan tangan dan mata bulat itu terbuka, sayu, mengangguk, mengerdip. begitulah ibu bercerita

Ahh.. walau saat itu aku tak disana aku bayangkan suasana haru itu, namun memang ungkapan "orang miskin tak boleh sakit" itu memang terjadi di Negeri tercinta ini. Negeri yang katanya KAYA, hanya karena tak adanya beberapa kertas keterangan tidak mempunyai kemampuan ekonomi membuat proses pengobatan Mawar agak tersendat. Keluarga mawar kebingungan bagaimana akan menebus semua biaya ini..

Ahh..Mintalah Pada Alloh Sang Maha Pemberi Rizki, Sang Penggenggam Langit dan Bumi, Sang Pemilik Alam Semesta. 

Ah..tak sanggup rasa untuk menuliskan lebih lanjut, namun ku berharap Sang Mawar Kembali merekah, Kembali ceria, Kembali dapat melantunkan Ayat-Ayat Cinta dari Sang Maha Kasih.

Untuk Mawar Doaku Mengalir untuk kesembuhanmu..cepat sembuh ya Mawar, yuk Ngaji lagi :')




Sungguh Alloh Itu Pemalu, Alloh Malu jika ada Hamba yang menengadahkan kedua tanganya, mengiba dan meminta tetapi Alloh tidak mengabulkannya
Maka MINTALAH, MENGIBA lah padaNYA

2 komentar:

  1. Rumah saya di kampung loh Kang, ada sawah dan tanah lapangnya :D

    *fokus*
    Cepat sembuh ya Mawar, segera ceria lagi, segera belajar lagi, segera mengaji lagi :)
    Kasihan Mawarnya, dilema hidup. Kadang kita yang berkecukupan seringkali lupa akan nikmat-Nya, lupa akan bagaimana kehidupan orang lain yang malah lebih susah dari pada kita. Bersyukur dan saling berbagi dengan sesama, itulah kunci indahnya hidup.
    Inspiratif banget Kang tulisannya. Salam untuk Mawar :)

    BalasHapus
  2. beberapa meter dari rumahku juga ada sawah lho.. ikutan komentar seperti teh Irma :D
    tapi memang sekarang sudah hampir menyempit karena banyak bangunan baru..

    aku bacanya seperti mendengar narasi dari ornag pinggiran... alunan musiknya juga mendukung..
    jangan-jangan kang Adi itu yang bikin naskah acara itu :S

    BalasHapus