Jika cinta itu menginginkannya,
mengharapkan dia, masihkah cinta itu sederhana?
Susah amat bicara cinta, orang kadang terlalu banyak berpikir tentang
cinta tapi semakin banyak berpikir makin banyak menderita.
Mari sejenak kita renungi do'a bangun
tidur seraya menghayati artinya:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ
النُّشُوْرِ
"Segala
puji bagi Allah, yang telah menghidupkan kami setelah mematikan kami dan
kepada-Nyalah kami dibangkitkan." (HR. Bukhari & Muslim).
Tidak ada dzat yang membinasakan dan
sekaligus menghidupkan kecuali Allah Ta'ala. Kepada-Nya kita memuji dengan
pujian yang sempurna. Ada yang patut kita renungkan dari do'a yang dituntunkan
Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam. Semoga kita menyadari sepenuhnya
makna ucapan itu dan konsekuensinya. Kesadaran (bukan cuma mengetahui &
memahami) bahwa tidak ada yang menghidupkan & sekaligus membinasakan
(mematikan) selain Allah Ta'ala.
Ada hal-hal yang dapat membinasakan
(dengan seizin Allah Ta'ala), tapi ia tak sekaligus menghidupkan. Perhatikan
ini. Menganggap ada dan meyakini ada sesuatu selain Allah Ta'ala yang bergabung
padanya dua sifat sekaligus, yakni mematikan dan menghidupkan, dapat
menggelincirkan seseorang untuk menjadi pemujanya. Atau ia menggelincirkan
orang lain sebagai pemujanya yang militan.
Adakalanya orang yang mendengar atau
membaca suatu perkataan lebih teguh memegangj, lebih kuat meyakini dan lebih
sungguh-sungguh menjalani. Maka berhati-hatilah dalam bertutur dan takarlah
ucapan sebelum menyebar, adakah ia meneguhkan, menyelisihi ataukah menolak
kebenaran.
Tidak ada satu pun yang membinasakan
dan sekaligus menghidupkan selain Allah Ta'ala semata. Tidak kedermawanan,
tidak pula cinta. Cinta dapat membinasakan, tapi ia tak menghidupkan.
Kebinasaan terbesar adalah petaka di akhirat bagi pemuja cinta.
Adakalanya seseorang berkata yang
menyelisihi kebenaran dengan penjelasan yang tak menolak prinsip agama ini.
Tapi ini tetaplah bahaya. Ini juga menyelisihi tradisi para ulama. Di antara
bahayanya adalah: mad'uw (orang yang menjadi sasaran dakwah) hanya mendengar
perkataan keliru itu tanpa penjelasannya.
Bermula dari satu kalimat yang salah,
seseorang dapat berlebihan dalam memandang dan menempatkan cinta sehingga ia
mengagung-agungkan. Ia menganggap cinta itu suci. Padahal tidaklah cinta itu
membawa keselamatan, kecuali jika ia tunduk kepada aturan syari'at. Andaikata
cinta itu suci, maka tak ada orang yang celaka di akhirat dengan kecelakaan
yang sangat gara-gara cinta.
Di antara orang-orang musyrik juga
ada yang mencintai Allah Ta'ala. Ini dapat kita baca dalam Al-Qur'an surat
Al-Baqarah ayat 165. Mereka mencintai sesembahan selain Allah sebagaimana
mereka mencintai Allah Ta'ala. ﻳُﺤِﺒُّﻮﻧَﻬُﻢْ ﻛَﺤُﺐِّ ٱﻟﻠَّﻪ
Yang dimaksud sesembahan tidaklah
selalu bermakna bersujud seraya melakukan ritual di hadapan seseorang
sebagaimana kita shalat. Sesungguhnya di antara makna menyembah adalah mematuhi
perkataan orang 'alim yang nyata-nyata bertentangan dengan perintah Allah
Ta'ala. Padahal ia mengetahui larangan tersebut dengan jelas. Begitu pula
sebaliknya.
Mari sejenak kita renungi firman Allah subhanahu wa
ta'ala:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا
مِّن دُونِ اللَّهِ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan
rahib-rahib mereka sebagai Rabb selain Allah.” (QS. At-Taubah, 9: 31).
Apakah maknanya? Mari kita renungi sabda Nabi
shallaLlahu 'alaihi wa sallam tentang menyembah orang 'alim. Beliau berkata:
أَمَا إِنَّهُمْ لَمْ يَكُونُوا يَعْبُدُونَهُمْ وَلَكِنَّهُمْ كَانُوا
إِذَا أَحَلُّوا لَهُمْ شَيْئًا اسْتَحَلُّوهُ وَإِذَا حَرَّمُوا عَلَيْهِمْ
شَيْئًا حَرَّمُوهُ
“Ingat, sesungguhnya mereka
tidak menyembah mereka, tapi bila rahib-rahib mereka menghalalkan sesuatu, maka
mereka menghalalkannya. Dan bila mengharamkan sesuatu, mereka mengharamkannya
(Itulah bentuk penyembahan mereka terhadap rahib-rahib tersebut).” (HR.
Tirmidzi).
Dan ketundukan total itu lahir dari besarnya
kecintaan sehingga mengabaikan fakta bahwa perkataan 'alim itu nyata
kebathilannya. Ia memilih mengikuti karena kecintaannya. Bukan mengingatkan dan
meluruskan. Ini sekaligus peringatan bahwa cinta itu harus terkendali.
Perbincangan ini hanyalah contoh bahwa tak ada yang
membinasakan dan sekaligus menghidupkan kecuali Allah Ta'ala semata. Selain
Allah Ta'ala, tak ada yang memiliki kuasa untuk melakukannya; tidak cinta,
tidak pula harta. Juga, agar kita berhati-hati bicara. Indahnya perkataan,
menyenangkan hati dan membuai rasa. Tapi ia harus ditegakkan di atas kebenaran.
Benar dulu, baru indah.
Semoga catatan sederhana ini bermanfaat bagi diriku
sendiri, yang membaca, yang menyebarkan serta sahabatku para penulis dan
pembicara. Semoga kita dapat menjadi pembuka kebaikan & penutup keburukan.
Bukan sebaliknya, pembuka keburukan & penutup kebaikan.
-lupa sumbernya, tulisan lama yang mengendap, yang pasti ini hasil saduran ditambahkan beberapa kata pelengkap-