Senin, 30 September 2013

Tentang Rasa September


September













Senja Di akhir September
- A K U-

Refleksi diri

Bismillahirrahmanirrahiim

hi Blog, long time no see ;p 
actually a lot of posts that became only...draft hundreds maybe.. sorry 



ah mau berbagi hikmah sedikit tentang beberapa hari ke belakang... unik, untuku hikmahnya banyak..

Kemarin (atas izin Alloh)  dipertemukan dengan salah satu komisaris dari suatu perusahaan. dan (atas izin Alloh) aku dimintai tolong untuk dapat mengantarkan beliau pulang dari pabriknya (maklum jarak pabrik ke rumahnya kurang lebih sekitar 120 Km) sehingga dia enggan untuk mengendarrai kendaraannya sendiri, beliau lebih memilih untuk menggunakan angkutan umum (kesan pertamaku beliau sangat low profile untuk seorang komisaris)

Aku mulai membuka pembicaraan dengan mengenalkan nama, dan pembicaraan itu berlanjut mengalir bagai air sehingga 15 Km pertama tak terasa tapi aku harus menghentikan perjalanan dan pembicaraan untuk menunaikan shalat ashar. 

Beliau dengan pelan menegur dengan lembut dik, kenapa tadi kamu enggak solat di pabrik saja? 
lalu saya pun kikuk menjawab iya pak, saya tidak enak hati untuk menumpang solat disana,

seakan mengerti beliau hanya tersenyum, dan mempersilakan saya untuk solat sedangkan beliau hanya menunggu diluar (ah betapa tidak sopannya saya) tapi memang hal itu tetap harus saya lakukan kewajiban saya terhadap Alloh juga tak boleh ditunda lebih lama lagi.

Seusai solat aku mulai banyak berbicara kesana- kemari.  iya begitulah, terkadang aku sering merasa kesepian mengarungi jalanan yang membentang, membelah lautan mobil-mobil.  Saat itu aku hanya merasa senang bahwa aku mempunyai teman seperjalanan. Sungguh aku lupa dengan siapa aku duduk bersebelahan. Aku terlalu senang mendapatkan teman baru.

Dia mulai berbicara dan membuka diri, menceritakan pengalaman - pengalamannya, aku sibuk menyetir, sibuk dengan ceritaku, sibuk dengan Aku dan tidak menaruh interest pada ceritanya. hmm diperjalanan aku sering sekali mendebat apa yang ia katakan, yah menyatakan ketidak setujuanku tanpa tedeng aling-aling. yah mengalir dan mendebat seakan kita adalah satu linting. Untukku yang mulai sadar saat ini itu adalah hal yang salah. seakan melupakan ajaran tatakrama yang sering diajarkan oleh ibu dan bapak dirumah. ah sesal itu memang selalu diakhir. yang yang aku ingat adalah dia seorang pensiunan di AD, dan beliau juga  bercerita bahwa beliau adalah seorang dosen di SESKO AD dengan gelar Master yang pernah berkuliah di ITB dan UGM.   

Tercekat malu ku, ketika dia berbicara background dirinya.. kenapa karena yang kudebat dan kubantah dengan semua argumen cetekku adalah seorang dengan tingkat ilmu yang lebih dan jauh melebihi aku. bukan soal inferioritas, tapi yang kusesalkan adalah pemilihan kata yang kugunakan untuk menanggapi respon yang ada. ingat pesan aa gym " teko akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya, jika didalam teko itu kopi maka yang keluar dari teko pun kopi" 

yah tulisan ini adalah sebuah refleksi logis dari apa yang sudah terjadi, bentuk sebuah pencerminan diri atas akan apa kurangnya kontrol dalam diri. Beruntung kali ini aku bertemu dengan seorang dosen Angkatan Darat, yang merangkap jadi seorang komisaris dengan  tipe orang yang terbuka, lembut dan low profile. 

Lega rasanya ketika beliau menyampaikan bahwa "saya menikmati obrolan tadi dik, kapan-kapan mampirlah kerumah jika ada waktu" walaupun memang mungkin yang beliau katakan adalah sebuah basa-basi dari pengakhir percakapan. setidaknya itu mengurangi rasa yang mengganjal dihati.

Lucunya aku tetiba mengingat percakapan dengan beliau saat ini yang pada saat itu tak kusimak : 

" Dik menikahlah.. janganlah kau menunda, janganlah kau takut, rejeki itu semuanya akan datang mengalir seiring sejalan, contoh saya. saya menikah dengan gaji sebagai perwira yang saat itu hanya Rp 38.000 sedangkan kebutuhan hidup dan harga rumah sudah mencapai Rp200.000. Saya diberi wejangan yang tidak akan pernah saya lupa oleh paman saya yang seorang professor. Memang awalnya pahit tapi jalani saja, rejeki itu mengalir kok sungguh, setelah menikah gaji naik,lalu singkat cerita saya ditawari rumah namun jaraknya jauh dari tempat kerja saya, tapi saya memutuskan mengambil rumah itu, rumah yang terletak di daerah jakarta timur sedangkan saya bertugas di Jakarta utara yang waktu itu belum ada jalan tol, belum ada mobil hanya bermodal angkutan umum. pahit memang tapi toh Alhamdulillahnya istri tidak pernah kelaparan. lalu ketika punya anak ada saja rejekinya, ketika saya ingin kuliah eh disekolahkan di ITB lalu lanjut di UGM, lalu ada tambahan lagi menjadi dosen di tempat sekarang, Dik Menikahlah jika memang sudah ada calonnya, saya bingung dengan anak muda yang terlalu berpikir ini itu, menimbang ini dan itu..lakukan saja..menikah lah..toh apa yang hitungan manusia tidak akan melulu tepat dalam kehidupan ini, contoh ceirta saya tadi bagaimana mungkin gaji Rp38.000 bisa memberi makan 2 mulut.. ada hitungan misterius yang selalu bekerja, tapi yang kauperlukan adalah tahan menghadapi semua, dan menjalaninya dengan sabar." 

"Dik positiflah terus menjadi orang karena Tuhan akan mengabulkan apa yang kamu impikan.." 
yah lalu kutimpali "betul pak Tuhan akan menyesuaikan dengan apa yang hambanya citrakan teringat suatu hadits 'ana inna dzonni abdi bi', maka jika kita harus senantiasa berbaik sangka atas putusan Tuhan.


Perjalanan dawuan - tangerang 
Tentang Rasa September